Abu Dzar al-Ghiffari ra. sebelum memeluk
Islam adalah seorang perampok para kabilah di padang pasir, berasal dari
suku Ghiffar yang terkenal dengan sebutan binatang buas malam dan hantu
kegelapan. Hanya dengan hidayah Allah akhirnya ia memeluk Islam (dalam
urutan kelima atau keenam), dan lewat dakwahnya pula seluruh penduduk
suku Ghiffar dan suku tetangganya, suku Aslam mengikutinya memeluk
Islam.
Disamping sifatnya yang radikal dan
revolusioner, Abu Dzar ternyata seorang yang zuhud (meninggalkan
kesenangan dunia dan mengecilkan nilai dunia dibanding akhirat),
berta’wa dan wara’ (sangat hati-hati dan teliti). Rasulullah SAW pernah
bersabda, “Tidak ada di dunia ini orang yang lebih jujur ucapannya
daripada Abu Dzar”, dikali lain beliau SAW bersabda, “Abu Dzar –
diantara umatku – memiliki sifat zuhud seperti Isa ibn Maryam”.
Pernah suatu hari Abu Dzar berkata di
hadapan banyak orang, “Ada tujuh wasiat Rasulullah SAW yang selalu
kupegang teguh. Aku disuruhnya agar menyantuni orang-orang miskin dan
mendekatkan diri dengan mereka. Dalam hal harta, aku disuruhnya
memandang ke bawah dan tidak ke atas (pemilik harta dan kekuasaan)). Aku
disuruhnya agar tidak meminta pertolongan dari orang lain. Aku
disuruhnya mengatakan hal yang benar seberapa besarpun resikonya. Aku
disuruhnya agar tidak pernah takut membela agama Allah. Dan aku
disuruhnya agar memperbanyak menyebut ‘La Haula Walaa Quwwata Illa
Billah’. “
Dipinggangnya selalu tersandang pedang
yang sangat tajam yang digunakannya untuk menebas musuh-musuh Islam.
Ketika Rasulullah bersabda padanya, “Maukah kamu kutunjukkan yang lebih
baik dari pedangmu? (Yaitu) Bersabarlah hingga kamu bertemu denganku (di
akhirat)”, maka sejak itu ia mengganti pedangnya dengan lidahnya yang
ternyata lebih tajam dari pedangnya.
Dengan lidahnya ia berteriak di jalanan,
lembah, padang pasir dan sudut kota menyampaikan protesnya kepada para
penguasa yang rajin menumpuk harta di masa kekhalifahan Ustman bin
Affan. Setiap kali turun ke jalan, keliling kota, ratusan orang
mengikuti di belakangnya, dan ikut meneriakkan kata-katanya yang menjadi
panji yang sangat terkenal dan sering diulang-ulang, “Beritakanlah
kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan
diseterika dengan api neraka, kening dan pinggang mereka akan diseterika
dihari kiamat!”
Teriakan-teriakannya telah menggetarkan
seluruh penguasa di jazirah Arab. Ketika para penguasa saat itu
melarangnya, dengan lantang ia berkata, “Demi Allah yang nyawaku berada
dalam genggaman-Nya! Sekiranya tuan-tuan sekalian menaruh pedang diatas
pundakku, sedang mulutku masih sempat menyampaikan ucapan Rasulullah
yang kudengar darinya, pastilah akan kusampaikan sebelum tuan-tuan
menebas batang leherku”
Sepak terjangnya menyebabkan penguasa
tertinggi saat itu Ustman bin Affan turun tangan untuk menengahi. Ustman
bin Affan menawarkan tempat tinggal dan berbagai kenikmatan, tapi Abu
Dzar yang zuhud berkata, “aku tidak butuh dunia kalian!”.
Akhir hidupnya sangat mengiris hati.
Istrinya bertutur, “Ketika Abu Dzar akan meninggal, aku menangis. Abu
Dzar kemudian bertanya, “Mengapa engkau menangis wahai istriku? Aku
jawab, “Bagaimana aku tidak menangis, engkau sekarat di hamparan padang
pasir sedang aku tidak mempunyai kain yang cukup untuk mengkafanimu dan
tidak ada orang yang akan membantuku menguburkanmu”.
Namun akhirnya dengan pertolongan Allah
serombongan musafir yang dipimpin oleh Abdullah bin Ma’ud ra (salah
seorang sahabat Rasulullah SAW juga) melewatinya. Abdullah bin Mas’ud
pun membantunya dan berkata, “Benarlah ucapan Rasulullah!. Kamu berjalan
sebatang kara, mati sebatang kara, dan nantinya (di akhirat)
dibangkitkan sebatang kara”.
Comments